Pernahkah
anda sesekali melihat dan meninjau Peta Indonesia ?. Jika pernah barang tentu
akan terbesit dibenak anda untuk membayangkan betapa Luasnya Wilayah Indonesia.
Wilayah Indonesia didominasi oleh laut, dengan sekitar dua per tiga dari
keseluruhan wilayah Negara kita adalah perairan laut. Pada laut yang luas itu
tersimpan kekayaan yang berlimpah dan sebagian masih misterius karena belum
dieksplorasi. Untuk bisa memanfaatkan kekayaan itu, kewenangan Indonesia atas
laut harus jelas, baik secara spasial dan juga secara hukum.
Lalu,
sampai di mana Indonesia berhak atas sumberdaya alam yang ada di laut?. Jika
kewenangan atas laut tidak tak terbatas, sampai di mana batas terluar kawasan
laut yang bisa dimiliki atau dikelola oleh Indonesia?. Pertanyaan semacam
inilah yang perlu kita pahami, kita renungkan dan dijawab. Dalam Hal ini arti
pendefinisian batas maritim perlu jelas dan tegas.
Tulisan
ini membahas penetapan batas maritim Indonesia dengan negara tetangga. Untuk
memberikan konteks yang lebih komprehensif, dibahas juga sejarah evolusi
maritim Indonesia, prinsip dasar penetapan batas maritim dan contoh penanganan
masalah lalu lintas pelayaran internasioanal maritime kita.
Penetapan Klaim atas
Wilayah Laut oleh Indonesia
Mengulas
pada saat, 17 Agustus 1945 Indonesia diproklamasikan menjadi suatu negara yang merdeka.
Secara hukum internasional, wilayah Negara Indonesia meliputi bekas jajahan
Hindia Belanda yang mengikuti Ordonansi “Territoriale Zee En Maritieme Kringen
Ordonantie 1939” Stbl.1939 No.442 Artikel 1 Ayat (1) bahwa batas teritorial
Negara Indonesia adalah : 3 mil laut dari garis air rendah setiap pulau yang
masuk Wilayah Indonesia. Itu berarti setiap pulau mempunyai wilayah teritorial
di laut sendiri-sendiri selebar 3 Mil dari garis pantai. Perairan yang terletak
diantar pulau-pulau setelah 3 Mil adalah laut bebas atau laut internasional
sehingga negara mana saja dapat melintas wilayah internasional tanpa harus
minta izin kepada Indonesia.
Dalam
kondisi seperti itu, maka wilayah negara Indonesia tidak merupakan satu
kesatuan wilayah yang utuh, namun merupakan wilayah yang terpisah-pisah anatar
satu pulau dengan pulau lainnya, diantara pulau-pulau bagian wilayah Indonesia
merupakan laut internasional. Laut diantara pulau-pulau bukan merupakan pemersatu,
namun sebagai pemisah.
Kondisi
wilayah negara yang seperti diuraikan di atas tentu sangat tidak menguntungkan
bagi Indonesia sebagai suatu negara karena dengan demikian negara Indonesia
tidak menjadi satu kesatuan wilayah, tidak merupakan satu kesatuan bangsa,
tidak merupakan satu kesatuan budaya, satu kesatuan ekonomi. Dari segi
geo-strategi perahanan dan kemanan kondisi tersebut juga sangat tidak
menguntungkan karena wilayah negara Indonesia bukan merupakan satu kesatuan
pertahanan keamanan.
Mempelopori Konsep
Negara Kepulauan
Memperhatikan
kondisi wilayah teritorial yang sangat tidak menguntugkan tersebut, pada
tanggal 13 Desember 1957, Perdana Menteri Djuanda mengeluarkan peraturan
pemerintah bahwa Indonesia yang menyatakan bahwa adalah negara Indonesia adalah
negara kepulauan (archipelago state) . Peraturan Pemerintah ini sangat dikenal
dengan Deklarasi Djuanda. Dalam Deklarasi Djuanda pada intinya menyatakan
bahwa :"Segala perairan di sekitar, di antara dan yang
menghubungkan pulau-pulau yang termasuk Indonesia adalah wilayah kedaulatan
mutlak NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dengan batas teritorial ditetapkan 12 mil laut dari
pulau terluar wilayah NKRI".
Prinsipnya adalah mempersatukan wilayah darat dan wilayah laut negara Indonesia menjadi satu kesatuan utuh NKRI meliputi: Satu kesatuan wilayah , Satu kesatuan bangsa, Satu kesatuan budaya, Satu kesatuan ekonomi dan Satu kesatuan pertahanan-kemanan. Kemudian konsep tersebut sekarang lebih dikenal dengan Konsep wawasan Nusantara.
Prinsipnya adalah mempersatukan wilayah darat dan wilayah laut negara Indonesia menjadi satu kesatuan utuh NKRI meliputi: Satu kesatuan wilayah , Satu kesatuan bangsa, Satu kesatuan budaya, Satu kesatuan ekonomi dan Satu kesatuan pertahanan-kemanan. Kemudian konsep tersebut sekarang lebih dikenal dengan Konsep wawasan Nusantara.
Wilayah
teritorial Indonesia mengikuti Ordonansi“Territoriale Zee En Maritieme Kringen
Ordonantie 1939” Stbl.1939 No.442
Sehingga
dengan Deklarasi Djuanda maka wilayah teritorial Indonesia menjadi seperti
Gambar ini.
Wilayah Indonesia setelah Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957.
Deklarasi Djuanda merupakan pernyataan sepihak
dikuatkan dengan UU. No.4/Prp.1960 yang merubah ordonansi 1939. Ada dua hal penting yang perlu dicatat dari
Deklarasi Djuanda bahwa: 1). garis pangkal normal menjadi garis pangkal lurus
dan 2). lebar teritorial yang tadinya 3 mil dirubah menjadi 12 mil dari garis
pantai (surut terendah). Akibat dari dua ketentuan tersebut maka luas
wilayah teritorial NKRI berubah dari 2.027.087 km2 menjadi 5.193.025 km2
Berjuang untuk mendapat pengakuan
internasional terhadap Konsep Wawasan Nusantara
Periode
13 des 1957- 17 feb 1969 era awal perjuangan konsep Wawasan Nusantara (Negara
Kepulauan) untuk mendapat pengakuan internasional melalui konvensi hukum laut
(UNCLOS I) tahun 1958 dan UNCLOS II tahun 1960, hasilnya belum diakui. Konsep
Wawasan Nusantara mendapat tentangan dari negara maju: Amerika Serikat,
Australia, Belanda, Inggris dan Selandia Baru.Peserta konferensi menganggap
konsep Archipelago State masih perlu dikaji. Namun ada 3 hal yang diakui :
1).penarikan garis pangkal lurus diakui sebagai metode penarikan garis pangkal
laut teritorial disamping garis pangkal biasa (normal base line= low water),
2).memberikan hak kepada negara pantai untuk melaksanakan hak berdaulatnya (sovereign
right) pada zone tambahan (contigoues zone )
Pada
UNCLOS III (1982) setelah mlalui perjuangan diplomasi yang gigih tanpa henti
akhirnya konsep Negara Kepulauan diakui secara internasional, sehingga dengan
demikian konsep Wawasan Nusantara diakui secara internasional. Konsep Negara
Kepulauan menurut UNCLOS III adalah seperti dilustrasikan pada Gambar ini.
Segera setelah pengakuan tersebut Indonesia meratifikasi UNCLOS III pada tgl. 31 desember .1985 melalui UU No.17 tahun 1985. Sebagai tindak lanjut dari pengesahan UNCLOS 1982, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.
Melukis Garis pangkal kepulauan Indonesia dan
Alur Laut Kepulauan Indonesia
Dengan
diakuinya konsep negara kepulauan, maka garis pangkal kepulauan Indonesia
menjadi seperti Gambar dibawah ini.
Sesuai
dengan ketentuan UNCLOS III, walaupun wilayah perairan diantara pulau-pulau
milik Indonesia sudah menjadi wilayah teritorial, namun Indonesiah tetap harus
memberi hak kepada negara lain untuk melintas secara damai di wilayah perairan
kedaulatan Indonesia. Oleh sebab itu dibuatlah Alur Laut Kepulauan Indonesia
(ALKI) sebagai alur bagi negara lain untuk melintas secara damai di wilayah
kedaulatan Indonesia. Berkenaan
dengan ALKI Timur Barat masih menjadi perdebatan ditengah para elit politik
apakah akan digunakan dengan mempertimbangkan aspek keamanan dan ketahanan
suatu negara.
- Sutisna, S., 2004, Pandang Wilayah Perbatasan Indonesia, Pusat Pemetaan Batas Wilayah, Bakosurtanal
- Arsana, Made Andi., 2015, Artikel : MemagariLautNusantara.pdf
- Arsana, Made Andi., 2015, BahanKuliah23Februari2015.pdf
- Kutipan Deklarasi Djoeanda dan UNCLOS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar