Jumat, 20 Maret 2015

Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Upaya Pelestarian Terumbu Karang di Pesisir Pantai Kabupaten Gunungkidul

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar akan sumber daya lautan yang kaya akan berbagai ekosistem laut seperti terumbu karang. Ekosistem terumbu karang mempunyai manfaat yang bermacam-macam, yaitu sebagai sumber makanan bagi manusia, digunakan sebagai bahan obat-obatan, dimanfaatkan sebagai objek wisata bahari, diperdagangkan untuk hiasan atau untuk akuarium, untuk bahan bangunan, dan sebagai penahan gelombang untuk melindungi pantai dari bahasa abrasi.

Di balik potensi tersebut, aktivitas manusia dalam rangka memanfaatkan potensi sumber daya alam di daerah pantai, baik secara langsung maupun tidak langsung, sering merusak ekosistem terumbu karang. Dengan meningkatnya kerusakan terumbu karang, makin menurun pula fungsi terumbu karang sebagai pelindung pantai dari pukulan ombak serta berkurangnya tempat berkembang biak dari beberapa biota laut yang bernilai ekonomis tinggi bagi kehidupan manusia.

Ada lima macam gangguan utama yang menyebabkan rusaknya terumbu karang di Indonesia, yaitu:
·         Penangkapan ikan dengan bahan beracun; sianida disemprotkan ke terumbu karang sehingga membuat ikan-ikan pingsan dan terapung; dapat mematikan terumbu karang.
·         Penangkapan ikan dengan bahan peledak; peledak rakitan sendiri dilemparkan ke daerah terumbu karang yang tidak terlalu dalam untuk membunuh ikan; hal ini juga akan mematikan larva, ikan kecil, dan terumbu karang.
·         Penambangan terumbu karang untuk bahan bangunan serta produksi kapur.
·         Sedimentasi dan polusi sebagai hasil penebangan hutan, erosi, limbah yang tidak ditangani dengan baik dan buangan industri, juga mematikan terumbu karang.
·         Penangkaran ikan lebih dari potensi lestari yang ada, hal ini tidak secara langsung mematikan terumbu karang tetapi juga mengurangi keanekaragaman dari ikan karang serta biota laut lainnya di sekitar karang (Pakpahan, 1996 : 2-3)

Kegiatan-kegiatan tersebut tidak saja langsung membunuh populasi ikan, tetapi juga merusak lingkungan terumbu karang sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya sebagai pelindung pantai, tempat berlindungnya ikan, tempat mencari makan dan bertelur bagi beberapa jenis biota laut yang penting.

Pengelolaan terumbu karang tidak dapat hanya dipercayakan kepada salah satu instansi saja, tetapi harus dilaksanakan secara terpadu, termasuk masyarakat pengguna. Tanpa keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, termasuk ekosistem terumbu karang, maka pelaksanaan pengelolaan tidak akan berhasil. Masyarakat menganggap pengelolaan terumbu karang, maka pelaksanaan pengelolaan terumbu karang, maka pelaksanaan pengelolaan tidak akan berhasil. Masyarakat menganggap pengelolaan terumbu karang menjadi tanggung jawab instansi pemerintah saja sehingga peran masyarakat dalam memanfaatkan potensi terumbu karang disertai dengan pengelolaan untuk menjaga kelestariannya dirasa masih kurang. Hal ini dapat dilihat bahwa dalam prakteknya masih ada nelayan di wilayah sepanjang pesisir pantai Gunung Kidul yang dalam menjalankan operasinya, menggunakan alat-alat penangkap yang membahayakan ekosistem sumber daya terumbu karang seperti bahan kimia beracun. Demikian pula banyak masyarakat pantai yang mengambil batu karang baik yang masih hidup maupun yang sudah mati untuk dijadikan souvenir untuk dijual kepada wisatawan.

Mengenai peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997. Hal ini diatur dalam Pasal 5, 6, 7, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 yang mengatur hak, kewajiban, dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 5, 6, 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 berbunyi :

Pasal 5
1.       Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2.       Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.
3.       Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 6
1.       Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan.
2.       Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 7
1.       Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
2.       Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) di atas, dilakukan dengan cara:
a.       meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
b.       menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
c.        menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;
d.       memberikan saran pendapat;
e.        menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.

Ketentuan-ketentuan tersebut mengatur peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Ekosistem terumbu karang sebagai bagian dari lingkungan hidup juga memerlukan peran masyarakat dalam pengelolaannya sehingga terumbu karang terjaga kelestariannya. Namun, masih banyak masyarakat di sepanjang pantai Gunung Kidul yang belum mengetahui dan menyadari hak, kewajiban, dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup terutama dalam pelestarian terumbu karang sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997.

Di Provinsi Yogyakarta terdapat beberapa macam pantai berterumbu karang, diantaranya Pantai Baron, Pantai Kukup, dan Pantai Drini. Pantai-pantai ini merupakan ekosistem pantai berterumbu karang yang mempunyai manfaat besar bagi kehidupan manusia, untuk itu perlu dijaga kelestariannya. Upaya melestarikan terumbu karang memerlukan peran serta masyarakat dalam mewujudkannya.

Pada prateknya peran serta masyarakat dalam pelestarian terumbu karang masih kurang. Hal ini karena peran serta masyarakat yang tinggal disekitar pantai untuk melestarikan ekosistem terumbu karang masih rendah.rendahnya kesadaran masyarakat untuk berperan dalam pelestarian terumbu karang tidak terlepas dari faktor tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat yang rendah serta kondisi tanah per- tanian yang tidak menjajikan. Dengan alasan demi mencari makan, masyarakat berusaha memenfaatkan potensi yang ada tanpa tanpa memikirkan dampaknya terhadap lingkungan hidup. Penyebab lain ialah kurang disosialisasikannya peraturan lingkungan  hidup dan tidak adanya tindakan yang tegas terhadap pelanggar.

Upaya untuk meningkatkan kesadaranmasyarakat yang telah dilakukan adalah mengadakan penyuluhan, tetapi penyuluhan yang dilakukan ialah mengenai lingkungan hidup secara umum, sedangkan penyuluhan khusus mengenai terumbu karang hampir tidak pernah ada upaya lain yang dilakukan ialah memberikan bimbingan mengenai pemanfaatan sumber hayati laut dan ekosistem terumbu karang secara lestari dan budidaya. Hal ini tidak dipatuhi oleh masyarakat karena masyarakat biasanya menginginkan hasil yang besar dan cepat sehingga pendapatannya juga besar.

Untuk itu perlu diupayakan pengembangan mata pencaharian alternatif yang bersifat berkelanjutan bagi masyarakat yang selama ini memfaatkan sumber daya dari terumbu karang, dan lebih diso- sialisasikannya peraturan lingkungan hidup dan diperlukannya pula keberanian untuk mengambil tindakan yang tegas terhadap pelanggar. Yang paling utama adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berperan  dalam pelestarian ekosistem terumbu karang dan memberikan pemahaman yang kuat kepada masyarakat bahwa kelestarian terumbu karang sangat bearti bagi kehidupan masyarakat sekarang dan generasi yang akan datang. Pemerintah harus memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat segala usaha / kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan ekosistem pantai. Masyarakat harus dilibatkan perannya sebagai pengawas sosial untuk menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang. Hal ini dapat tercapai kalau kepa- haman dan kesadaran masyarakat sudah kuat. Masyarakat juga harus dilibatkan dalam pengambila putusan untuk setiap usaha / kegiatan, baik yang dilakukan pemerintah maupun swasta.

DAFTAR PUSTAKA

  • Anonim., 1997. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup”, Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden R.I., Jakarta.
  • Hardjasoemantri, K. 1993. “Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup”, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
  • Pakpahan, A. 1996. “Kebijaksanaan PengelolaanTerumbu Karang sebagai Bagian Wilayah Pesisir dan Laut Dalam Pelita VI”, Seminar Aktivitas Bawah Air, Surabaya.

Sabtu, 14 Maret 2015

Wajah Pantai Utara Jawa : Bahaya Erosi Pantai Jawa Tengah.





Indonesia adalah Negara dengan bentangan pantai terpanjang, setelah Kanada. Panjangnya bentangan wilayah pantai Indonesia akan mendatangkan banyak dampak bagi lingkungan sekitar pantai. Salah satu diantaranya adalah proses geomorfologis yang lebih kompleks, termasuk didalamnya kerusakan lingkungan pesisir akibat bencana alam.
Jawa Tengah, dengan luas 32,548.20 Km² terletak antara garis lintang 6 ° -7 ° 30'S dan garis bujur 108 ° 30'-112 ° 00'E, memiliki fitur geomorfologi yang kompleks yaitu, dataran yang lebih rendah di dekat pantai utara dan selatan, dan pegunungan di kawasan tengah. Selain genangan dari air laut dan banjir, beberapa wilayah pesisir di Provinsi Jawa Tengah mengalami proses erosi dan sedimentasi yang menyebabkan kerusakan fasilitas umum, daerah pariwisata, perkebunan dan permukiman masyarakat pesisirnya. Daerah pesisir di Kota Semarang, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Demak dapat dianggap sebagai wilayah paling dinamis yang telah mengalami proses erosi-sedimentasi di Jawa Tengah.
Erosi pantai di Provinsi Jawa Tengah sangat dipengaruhi oleh proses alam seperti gerakan sedimen di pantai akibat cross-shore dan long-shore, ketinggian air yang dinamis di daerah pesisir, yang disebabkan karena aktivitas pasang surut dan juga akibat kenaikan permukaan air laut yang seolah dipercepat akibat pemanasan global. Di lain sisi, erosi pantai juga dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan garis pantai
Proses erosi yang paling signifikan terjadi di daerah Semarang, Tegal dan Demak. Semarang merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dengan total luas 373 Km2 , dengan populasi lebih dari 2 juta, dan terletak di pantai utara Jawa dan sekitar 500 km sebelah timur dari Jakarta. Secara umum, penggunaan lahan pesisir di Semarang terdiri dari perikanan dan pertanian, perumahan, kawasan industri, penggunaan lahan untuk publik dan komersial. Proses erosi pantai yang paling parah di Semarang dapat dilihat dari dampaknya terhadap penggunaan lahan, ekologi pantai, properti dan infrastruktur daerah dataran rendah kota.
Hasil pantauan mengenai  erosi pantai menggunakan interpretasi visual Peta topografi Tahun 1908, 1937, 1992 dan citra Ikonos Tahun 2003 menunjukkan hasil bahwa selama periode 1937-1972 telah terjadi erosi yang signifikan di sepanjang pantai Semarang dan selama tahun 1972 dan 1992 beberapa tempat telah mengalami pengikisan sekitar 500 meter lahan pesisir di daerah tersebut. Selama periode 1992-2001, pergeseran sebagian garis pantai yang terjadi telah menunjukkan bahwa erosi yang kuat juga terjadi.
Proses erosi telah mengubah landscape pesisir. Sebagai contoh, erosi pantai telah terjadi sekitar 461 m kearah daratan dan menyebabkan kerugian sejak 1972-1992. Beberapa infrastruktur, bangunan dan lahan pertanian juga mengaalami kerusakan. 

Area pantai Kota Semarangy, Jawa tengah, Indonesia

Untuk mengurangi risiko erosi pantai di Semarang, pemerintah telah menerapkan Langkah-langkah struktural, diantaranya yaitu membangun dinding dan pemecah gelombang  (wave breakers) di sepanjang pantai. Namun hal ini dirasakan sebagai tindakan yang gagal dalam memecahkan seluruh masalah erosi pantai yang di Semarang. Di masa depan, kerjasama antara pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan untuk mendatangkan mitigasi ancaman erosi yang lebih dan diharapkan dapat mengurangi dan melindungi lingkungan pesisir dari degradasi lebih lanjut.
Sementara itu, pantai Tegal yang terletak di wilayah perkotaan juga mengalami dampak negatif dari erosi pada penggunaan lahan perikanan, perumahan, industri, masyarakat dan lahan komersial. Menurut Sartohadi et al. (2009) pantai Tegal terdiri atas pasir yang lebih besar dalam ukuran butir disertai induksi dari partikel bahan berlumpur. Sayangnya, pasir kurang kohesif dan relatif mudah untuk mengikis sehingga lebih mudah mengakibatkan degradasi lingkungan. Elevasi permukaan rentang Kabupaten Tegal bervariasi, dari 0 m sampai dengan 925 m di atas permukaan laut dan pada umumnya, kemiringan garis pantai yang curam memungkinkan untuk gelombang jatuh lebih dekat dengan garis pantai sehingga meningkatkan erosi pantai.


Area pantai Tegal, Jawa Tengah, Indonesia

Proses erosi intensif terjadi di sepanjang pesisir Tegal. Diperkirakan erosi terjadi hingga 250 m ke arah daratan. Hal ini menjadi ancaman besar bagi masyarakat pesisir. Kehilangan lahan dan kerusakan pemukiman pesisir sangat mungkin terjadi. Hal ini sejalan dengan laporan dari Badan Pemantauan Dampak Lingkungan (Bapedalda) tahun 2002 yang menyatakan hilangnya lahan karena erosi pantai di sepanjang pantai utara sekitar 2.910 hektar dalam lima tahun terakhir.
Masyarakat pesisir di Tegal menanggapi masalah erosi dengan melakukan penanaman bakau dan membangun struktur seperti ripraps, seawalls, jetties dan groins. Groins, yang dibangun oleh Pemerintah local pada tahun 2001, telah cukup efektif dalam mengurangi erosi pada titik-titik tertentu di sepanjang garis pantai. Mereka juga telah mengubah daerah menjadi daya tarik wisata. Selain itu, hutan Bakau hasil rehabilitasi akan turut mengurangi ancaman erosi dan juga memproduksi makanan untuk ikan melalui fotosintesis dari bahan organic yang ada.

Perubahan garis pantai sejak 1944 sampai 2005 yang mengindikasikan proses erosi telah terjadi di kawasan pantai Tegal

 Erosi kawasan pantai yang mengakibatkan hilangnya daratan dan permukiman permanen di Tegal


Di Demak erosi pantai telah menjadi issue yang sering diperbincangkan. Demak sendiri merupakan bagian dari Provinsi Jawa Tengah, terletak berdampingan dengan Semarang, dan mencakup area seluas 88.743 ha yang terdiri dari 14 kecamatan dan 249 desa.
Perubahan penggunaan lahan yang intensif dari hutan mangrove menjadi tambak dan budidaya lainnya mengakibatkan erosi pantai. Selain itu, pengembangan pelabuhan dan pantai reklamasi di Semarang juga mempercepat perubahan garis pantai Demak. Perubahan garis pantai dan intensnya erosi pantai di Demak mengakibatkan 200 keluarga terpaksa dipindahkan dan 300 ha tambak tenggelam dalam proses. 

 
Struktur penahan gelombang (Groin) (A) Area perlindungan pantai untuk aktivitas pengunjung (B)

 
Area pantai Demak dari citra satelit Landsat
 
Pemerintah daerah telah memperkuat koordinasi antar instansi pemerintah untuk mengatasi masalah erosi pantai. Kantor Lingkungan Hidup / KLH, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Kementrian Kelautan dan Perikanan), dan Departemen Pertanian Republik Indonesia (Kementrian Pertanian) juga melibatkan pada tindakan mitigasi pesisir terhadap proses erosi. Pemerintah lokal juga telah membangun tanggul di sepanjang pesisir untuk memblokir gelombang dan gelombang

Bentuk pertahanan pantai secara struktural di Demak


Sketsa area penanaman mangrove kembali di daerah kawasan pantai Demak

Selain itu, masyarakat dan pemerintah daerah juga telah mengambil tindakan untuk mengatasi bahaya erosi pesisir dengan menerapkan penanaman kembali pohon bakau. Program penanaman Mangrove ini dapat merevitalisasi lahan pantai yang terkikis oleh gelombang. Meskipun penanaman kembali pohon bakau hanya dilaksanakan di beberapa daerah saja, Pemerintah daerah bermaksud untuk meningkatkan kegiatan ini. Diharapkan dengan adanya penerapan dengan ini masalah erosi di Kabupaten Demak dapat teratasi.
Selain itu, langkah-langkah yang diambil seyogyanya turut meningkatkan keterlibatan partisipasi masyarakat dalam tindakan mitigasi. Meningkatkan kesadaran lingkungan masyarakat juga akan meningkatkan partisipasi mereka dalam rencana pengelolaan yang berkesinambungan. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan pelatihan/sosialisasi untuk masyarakat yang ada di pesisir, memberikan bibit mangrove kepada mereka, menjelaskan manfaat pengelolaan pesisir yang tepat, dan menyoroti bagaimana melakukan manajemen abrasi air laut.




Daftar Referensi
  • Bapedalda (2002) Perencanaan kota Tegal 2000-2010. Pemerintah Kota Tegal, Indonesia.

  • Bird ECF, Ongkosongo OSR (1980) Environmental changes on the coasts of Indonesia. United Nations University Press, The United Nations University.

  •  Irwani I, Pribadi R, Helmi M (2010) Studi erosi pesisir Kota Semarang. Jurusan Ilmu Kelautan, FPIK UNDIP. Indonesian Delta Forum Conference, Bakosurtanal, Semarang 21-22 October.


Rabu, 04 Maret 2015

Menjawab Tantangan dan Peluang : Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia

“Nenek moyangku seorang pelaut , gemar mengarung luas samudera…”. Jelas bukan? Di dalam lirik tersebut bahwa asal mula Negara bangsa kita adalah bangsa yang hidup dari laut. Mungkin masih melekat di ingatan kita pula, salah satu Kerajaan Maritim terbesar yang ada di Asia Tenggara, Sriwijaya, juga ada di Indonesia. Kita juga telah tahu bahwa Indonesia merupakan Negara kepulauan sekaligus Negara maritim. Dari data terakhir yang diperoleh mengenai jumlah kepulauan yang kita punya adalah 17.504 pulau, ini sudah termasuk pulau yang hilang karena tsunami / tenggelam juga pulau yang dicaplok Negara tetangga. Dari 17.504 pulau ini, diketahui pula bahwa Indonesia memiliki cakupan wilayah pesisir sepanjang 91.000 km yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Angka yang fantastis bukan?. Fakta-fakta ini juga membenarkan fakta yang sudah dipaparkan sebelumnya, bahwa memang benar bahwa bangsa kita adalah bangsa pelaut yang tercipta kuat dan hebat. 
Kenyataannya sekarang, banyak orang yang menilai bahwa cerita itu hanya dongeng sejarah yang telah lalu dan berbeda dengan kondisi yang ada sekarang. Banyak pula yang menilai bahwa cerita itu adalah impian dan karya fiksi yang tidak sesuai dengan cita-cita bangsa kita. Dan ada pula beberapa yang berusaha mati-matian menyadarkan kita bahkan memperjuangkan cita-cita tersebut. Presiden kita, Jokowi adalah salah satu yang pro terhadap hal ini. Dan dirasa perlu memahami beliau, bahwa hal semacam ini perlu diperjuangkan. 
Presiden Joko Widodo, di hadapan para wakil Negara-negara lain pada Pertemuan Puncak Asia Timur (EAS), memaparkan lima pilar utama Poros Maritim Dunia yang akan diwujudkan Indonesia melalui agenda pembangunan. Dipaparkan pula oleh beliau bahwa Indonesia akan menjadi Poros Maritim Dunia, kekuatan yang mengarungi dua samudera, sebagai bangsa bahari yang sejahtera dan berwibawa. Untuk mewujudkan visi sebagai poros maritim dunia, beliau mengatakan bahwa diperlukan lima pilar utama yang sangat perlu diagendakan dalam pembangunan, diantaranya :
  • Pilar yang pertama adalah membangun kembali budaya maritim Indonesia. Sebagai negara yang terdiri atas 17 ribu pulau, bangsa Indonesia harus menyadari bahwa identitas, kemakmuran, dan masa depannya sangat ditentukan oleh pengelolaan samudra.
  • Pilar kedua adalah menjaga dan mengelola sumber daya laut, dengan fokus membangun kedaulatan pangan melalui pengembangan industri perikanan. Visi ini diwujudkan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama.
  • Pilar ketiga adalah memprioritaskan pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, dengan membangun jalan tol laut, pelabuhan laut dalam (deep seaport), logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim.
  • Pilar keempat adalah dengan melaksanakan diplomasi maritim. Dalam hal ini Presiden Republik Indonesia mengajak semua negara untuk menghilangkan sumber konflik di laut, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut. "Laut harus menyatukan, bukan memisahkan kita semua,"
  • Pilar kelima adalah membangun kekuatan pertahanan maritim. Hal ini diperlukan sebagai upaya menjaga kedaulatan dan kekayaan maritim. "Serta menjadi bentuk tanggung jawab kami dalam menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritime.
Mengupaya menjadi poros maritim dunia barang tentu Indonesia akan menghadapi banyak sekali tantangan (Threat) yang mungkin akan timbul di hari-hari ke depan, diantaranya :

·         Ancaman Bencana Pangan Global Penduduk bumi bertumbuh dengan cepat.
Pada tahun 2050 penduduk bumi diperkirakan mencapai 9 milyar jiwa, yang berimplikasi meningkatkan permintaan pangan global sekitar 70%. Jika tidak diantisipasi dengan baik maka akan terjadi bencana pangan global. Sementara itu, peningkatan produksi pangan mengalami stagnasi bahkan kemunduran yang signifikan. Alih fungsi lahan pertanian menjadi hunian menjadi marak. Sumber perikanan dieksplotasi secara intensif, menyebabkan “overfishing” secara global. Hal ini menyebabkan berkurangnya jumlah pangan yang sekaligus memicu harga pangan global. 

·         Krisis pangan merupakan ancaman yang nyata secara global, termasuk di Indonesia.
Perubahan Iklim dan Prediksi Akan Tenggelamnya 2000 Pulau di Indonesia Perubahan iklim global merupakan salah satu persoalan yang sangat penting untuk diantisipasi di kawasan pesisir dan laut. Hasil kajian Badan Riset kelautan dan Perikanan (BRKP) memprediksi bahwa tahun 2030 sekitar 2000 pulau-pulau kecil Indonesia akan tenggelam, erosi serta berkurangnya lahan pesisir, kerusakan ekosistem, intrusi air laut, serta menurunnya kualitas air. 

·         Ancaman bencana alam yang tidak mungkin dapat dihindari
Negara Rawan Bencana Indonesia menghadapi berbagai ancaman bencana dalam berbagai skala termasuk gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan. Indonesia menempati urutan pertama dari 265 negara yang paling rentan tsunami, peringkat pertama dari 162 negara untuk longsor, dan pada posisi ke-3 dari 153 negara atas kasus dan berbagai dampaknya. 

·         Kemiskinan di daerah pesisir.
Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan bahwa terdapat sekitar 7,87 juta masyarakat pesisir Indonesia miskin dan 2,2 juta jiwa penduduk pesisir sangat miskin di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah nelayan miskin lebih dari 25% dari total penduduk Indonesia yang berada dibawah garis kemiskinan di Indonesia. 

·         Degradasi Ekosistem Akibat eksploitasi sumberdaya alam hayati dan non-hayati.
Secara intensif dan berlebihan telah terjadi kerusakan masif dan penyusutan ekosistem pesisir serta laut, seperti terumbu karang, hutan mangrove, padang lamun (rumput laut), dan sebagainya. Bahwa diperkirakan lebih dari 70% mangrove Indonesia telah mengalami kerusakan, sementara kondisi terumbu karang Indonesia yang sangat baik tinggal 6%. Hal ini mencerminkan bahwa pencemaran di lautan Indonesia tergolong sangat tinggi. 

·         Lemahnya Pengelolaan Pelabuhan dan Logistik Kondisi pelabuhan di Indonesia masih sangat memprihatinkan.
World Economy Forum melaporkan bahwa kualitas pelabuhan Indonesia hanya mendapatkan nilai 3,6 atau peringkat 103 dari 142 negara. Dari 134 negara, menurut Global Competitiveness Report 2010-2011, daya saing pelabuhan di Indonesia hanya berada di urutan ke-95. Akibat lemahnya pengelolaan pelabuhan dan sistem logistik, Indonesia mengalami potensi kerugian ekonomi yang sangat besar mengingat Indonesia merupakan salah satu lalu lintas tersibuk dunia. Lemahnya pengelolaan logistik juga memperdalam jurang kesenjangan kawasan Timur dan Barat Indonesia. 

·         Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing
Perairan Indonesia yang sangat kaya sumber daya perikanan menjadi target-target bagi ribuan kapal setiap tahun untuk melakukan praktek kegiatan perikanan ilegal (illegal fishing). Kerugian ekonomi bagi Indonesia akibat kegiatan yang melibatkan tidak kurang dari 10 negara tetangga diperkirakan lebih dari Rp 100 Trilyun setahun. Disamping praktek perikanan ilegal, ternyata praktek perizinan kapal ilegal (illegal licensing) juga sangat marak di Indonesia. Praktek illegal license tersebut dilakukan terhadap ribuan kapal yang melakukan aktivitas di laut Indonesia, seperti Laut Arafura, Laut Aru, Laut Banda dan lain-lain. Praktek perikanan merusak (destructive fishing) menggunakan bom, bius, trawl juga semakin marak


            Disamping tantangan yang muncul bagi Indonesia, maka akan ada pula peluang (Opportunities) yang mungkin berdatangan di Indonesia. Diantaranya :  

·         Indonesia dapat mengambil peran strategis dalam menjawab persoalan dan tantangan pangan lokal, nasional, maupun global, khususnya terkait sumberdaya perikanan, dan menjadi sebagai produsen dan penyuplai kebutuhan pangan terbesar dunia. Sekaligus mempraktekkan prinsip-prinsip pengelolaan perikanan secara berkelanjutan dan memajukan peran nelayan-nelayan kecil, tradisional, maupun pemberdayaan masyarakat adat. 

·    Indonesia dapat mengembangkan implementasi dan pemanfaatan energi alternatif ramah lingkungan berbasis tenaga matahari (solar), tenaga angin, tenaga arus dan ombak dalam berbagai skala (besar, sedang, kecil, mikro) yang memungkinkan seluruh kepulauan Indonesia terpenuhi kebutuhan listrik dasar maupun untuk pengembangan usaha, dan meninggalkan ketergantungan terhadap listrik konvensional, khususnya di pesisir dan pulau-pulau kecil. Komponen ini juga diharapkan menjadikan Indonesia sebagai contoh dan praktek terbaik dalam strategi konversi energi ramah lingkungan, dan menyuplai kebutuhan-kebutuhan pemanfaatan energi bagi berbagai negara tetangga dan global. 

·         Indonesia memiliki sumberdaya terbesar dan lengkap keanekaragaman laut pesisir dan laut dunia, menjadi etalase maritim global, beserta berbagai manfaat dan fungsi ekonomi, sosial, dan ekologisnya. Komponen ini menjadikan Indonesia sebagai last resort dalam biodiversity, menjadi wilayah yang paling dijaga dan dilindungi oleh seluruh dunia. Termasuk di dalamnya menyediakan sumberdaya ikan, plasma nutfah, karbon dan sebagainya.

·         Indonesia dapat membangun kepemimpinan dan praktek Indonesia dalam mengembangkan dan memanfaatkan segenap potensi dan sumberdayanya untuk berbagai industri dan jasa maritim dunia, yang memberikan manfaat ekonomi yang sangat besar dan memberikan manfaat sosial yang luas. Komponen ini mencakup pengembangan industri perkapalan dan galangan kapal, pengembangan jasa-jasa kelautan, ekowisata bahari, industri farmasi dan obat-obatan yang kompetitf dan unggul sehingga menjadi kontributor signifikan bagi berbagai Negara.

·         Indonesia akan menjadi penyedia fasilitas sistem logistik kemaritiman yang terbaik di dunia, sehingga bisa menjadi alternatif utama bagi berbagai lalu lintas barang, jasa, dan berbagai kegiatan kemaritiman di dunia. Komponen ini berpotensi memberikan manfaat ekonomi yang sangat signifikan bagi Indonesia, mendorong penyerapan tenaga kerja trampil, penyerapan teknologi kemaritiman terkini, dan memposisikan Indonesia sebagai negara maritim terpenting di dunia. Dalam lingkup nasional dan lokal, komponen ini akan mengurangi kesenjangan altara berbagai wilayah di Indonesia, mendorong standarisasi harga, dan pengelolaan pelabuhan, kapal, dan sebagainya. 

·         Indonesia dapat mengembangkan sumberdaya, sistem, dan implementasi pengawasan, pemantauan dan pengendalian keamanan dan pertahanan maritim Indonesia yang maju dan efektif. Menciptakan alur laut internasional yang aman dan diawasi dengan baik, disamping mengoptimalkan sistem pertahanan dan keamanan maritim nasional, juga berkontribusi menyediakan sistem pemantauan dan pengendalian perlindungan pemanfaatan sumberdaya kelautan di tingkat regional dan internasional. 

Dengan berbagai poros kemaritiman ini, diharapkan Indonesia ke depan mampu menjadi poros maritim dunia yang kuat dan berdaulat. Pertanyaannya, bagaimana realisasi dari strategi tersebut untuk mewujudkan gagasan poros maritim itu? Penting disadari, upaya mewujudkan visi Indonesia sebagai ”Poros Maritim Dunia” perlu proses dan waktu tidak singkat. Namun, kita tak boleh terpaku pada perbincangan mengenai cita-cita, tetapi sudah harus segera mulai bekerja membangun fondasi yang kuat bagi perwujudan cita-cita itu.

Referensi :
  • Pidato Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pada Pertemuan Puncak Asia Timur (EAS) KTT ASEAN tahun 2014
  • Analisis penulis berkenaan dengan Indonesia sebagai Poros maritime dunia